Kamis, 13 Juli 2017

Dua Kerjaan Menyatu Dalam Sebilah Keris


Demikian benda pusaka yang ada di Kerajaan Mamuju. Pusaka itu berupa keris dan diberi nama Manurung. Merujuk riwayat kerajaan Mamuju yang disampaikan dalam laporan panitia dalam upacara adat, konon keris ini merupakan tonggak awal terciptanya pertalian darah antara Kerajaan Mamuju dan Bali pada tahun 1550, silam.

Kala itu Putra Raja Mamuju, Pattolawali mempersunting putri Badung dari Bali. Buah pernikahan mereka pun terlahir seorang anak kembar, Lasalaga dan sebilah keris tanpa lekukan sepanjang sekira 30 sentimeter (cm). Berbeda dengan proses penciptaan keris pada umumnya yang ditempa, keris itu pun lantas diberi nama Manurung atau digelar Maradika Tammakkanakana.

Selain historis, keris itu juga memiliki kesaktian yang luar biasa.Dijelaskan Maradika Mamuju, Andi Maksum Dai, dahulu kala keris itu digunakan untuk menyuburkan tanaman, penolak bala dan meredam ombak tinggi menjadi tenang. Bahkan jika terdapat angin puting beliung yang menimpa kerajaan Mamuju, keris tersebut digunakan untuk memotong pusaran angin tersebut agar hilang. Begitu juga saat Maradika terdahulu sedang melakukan perjalanan dan membawa keris Manurung. Di sepanjangan jalan, semua mahluk hidup yang lintasinya akan tunduk kepadanya

"Itulah kenapa keris Manurung digelar sebagai Maradika Tammakkanakana" ucap Andi Maksum takjub.

Kekayaan inilah yang mendasari kedua kerjaan ini beraduk setiap dua tahun sekali untuk melaksanakan ritual adat Massossor Manurung atau pencucian keris pusaka Manurung yang dirangkaikan HUT Mamuju. Meski dengan ritual berbeda, namun tujuannya sama menjaga dan melestarikan budaya leluhur.

"Ini adalah peninggalan budaya kita yang senantiasa kita jaga untuk menghormati budaya leluhur yang telah ditinggalkan," jelasnya.

Dalam ritual Mamuju, keris tersebut di bersihkan memakai jeruk lalu dimandikan dengan air rendaman kembang tujuh rupa dan tongkol buah kelapa. Sementara ritual adat Bali, Manurung itu dilaksanakan dengan bergamam sesajen dan tari-tarian.

Pemuka agama Hindu Bali, IPDA Wayan Suparda mengatakan, perayaan ini adalah sebuat ritual bersama sebagai bukti kepada sang leluhur yang telah mewariskan budaya yang sangat disakralkan. Olehnya harus dilaksanakan dengan upacara adat dan memberikan persembahan sesajen bagi melalui tarian sakral rejang dan tari penyambutan.

"Pusaka ini sakral. Olehnya pencuciannya pun harus dilaksanakan sesuai ritual sakral adat Bali sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur," ucap Suparda.

Tampaknya, ritual adat Massossor Manurung sudah merebak secara nasional. Ketua Harian Forum Silaturrahmi Keraton Nusantara, Andi Kumala Ijo Karaeng Lembang Parang berencana akan melangsungkan rapat kerja nasional untuk membahas adat di Indonesia. Bahkan di dalam pertemuan itu akan diwarnai pertunjukkan seni dan budaya se-Sulbar. Termasuk ritual adat Massossor Manurung. Rencananya ritual adat tersebut akan mewarnai pertemuan para raja di Indonesia.

"Tahun depan rencananya kami rapat di Mamuju, dan ini tidak terlepas dari peran serta raja Mamuju dan pemerintah yang ikut berkontribus di dalamnya," imbuhnya.

0 Comments:

Posting Komentar