Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 23 Mei 2021

Menembang Luka

 


Alun melodi mengurai asa

Melantun irama dalam dada

Senada dalam alunan 

Tapi bertikai dalam ingatan


Kidung rindu menembang luka

Sayup berbisik pengantar duka

Berdendang di kala senja 

Lalu berdenting menyambut gulita


Tiada beda kidung dan pasung

Hanya segaris antara hayat dan mairat

Selalu menari riang menyambut nada

Di antara koyaknya rasa yang terbelenggu lara


Minggu 23 Mei 2021

Jumat, 21 Mei 2021

Tiga Gelita



Di malam tiga gelita, aku bercermin di antara kelam dan kalam

Kuselisik Dimensi bersuguhkan abstraksi bentala, cakrawala, dan dirgantara

Di sana kelam mengundangku mencerca, sedang kalam menyuguhiku keilahian

Aku kemudian menimbang pada jirat dan pusar.


Di malam tiga gelita, hati memantik renjana tetapi merengkuh usia

Nama dan rupa tiada beda dalam waktu yang sama

Aku terdiam pada tiga gelita yang terjaga

Memandang cahaya yang tetak dalam hati yang buta


Di malam tiga gelita, kumulai langkah dalam sadar

Kupukal pengakhiran dalam kepal permulaan

Kulantas gulita di tengah maya

Lalu menepi di antara mara dunia

Rabu, 30 September 2020

Mahakarya Kaum Cendala


Jemari cendala kian meronta
Menyemai teror di sudut praja
Berulah jikalau sepi nan gulita
Menabuh sampah di balik peluput mata

Dia tahu gubahnya mengundang bala
Samarkan pesona bentala jagat raya
Tapi hati tak menaruh iba
Sebab ego telah menyimpul jiwa


Jika tak kau tampak
Lucuti indramu hingga terburai
Sorot bola matamu ke tanah tanpa jarak
Lalu biarkan pupilmu tiada henti menari

Lihat
Tengok pijakmu saksama
Saksikan mahakarya kaum cendala
Merangkai seni sempuras berbau busuk
Menata jamuan bagi lalat dan tikus

Wahai anak muda
Apa kau tak sakit melihatnya
Apa kau miris menyaksikannya
Darahmu membara bertabuh asa
Jangan biarkan si cendela membabi buta

Bangun, lawan 
Biarkan laku bijakmu menyemai semesta
Berdirilah tegak di awal mentari
Bakar tekadmu yang tak berarti
Korbankan gelora Mamuju Mapaccing dalam nadi
Lalu raih Manurung Makkarana sejati
Demi malaqbi’ yang tak pernah mati


Minggu, 27 September 2020

Mantra Pelipur Lara


Tuhan . . .
Aku rabun filsafat cinta
Telaga religius pun aku tersamar
Hanya mantra penuh makna
Pelipur lara dalam asa tak berpijar

Dalam keheningan penuh kerinduan 
Kusemai mantra berhias kemenyan
Mengawal Kun menghembus Fayakun
Kurapal bertalun pada hampa dirgantara

Kurebut mentari dari semesta Ilahi
Kutanam rembulan dalam bahtera diri
Kulebur raga di atas singgasana Rabbi
Hingga kilau meronta tiada menepi

Wahai Pemilik Sukma
Bila sapamu tak mampu menyela
Hasratmu sirna terluntai elok rupa
Datanglah engkau sang pemilik raga
Menyatu dalam lirih senja berasa

Minggu, 30 Agustus 2020

Risalah Rindu Yang Terlarang


Sumber Foto Internet

Kekasihku . . .
Masihkah ku berhak memanggilmu sayang
Pantaskah lirih rindu kembali kulafalkan 
Bersua menimang senja hingga terlelap 
Seperti dulu . . .
Sebelum cucu Adam meminangmu
Menyimpulmu dalam rapalan kalimat syahadat

Aku tahu angan itu tak mungkin lagi terjadi
Tetapi batin ini tak mampu menerima kemustahilan itu
Kenyataan jika bunga yang tumbuh dalam dekapku
Harus mekar dan berlabuh di dermaga baru

Apakah engkau tahu
Takdirmu menghujam ribuan luka dalam sukmaku
Merenggut jiwa dari tubuh rentaku
Kau pasung petaka dalam benakku
Hingga jemari ini menolak garis takdirku sendiri 

Tapi Kekasihku . . .
Meski kau lontarkan ratusan sajak penyesalan
Kau titip puluhan syair permaafan
Sakitku tak kunjung menua 
Setelah kau tikam aku dengan satire permakluman
Bergagang dusta dalam warangka kepalsuan

Tapi kekasihku . . . 
Hatiku terlalu larut memujamu
Kusemai luka itu di setiap nadiku
Kubasuh dalam telaga air mata
Lalu kutimang dalam buai sendandung para dewa
Hingga luka itu adalah aku

Lidahku terlalu kotor untuk menghujat
Hatiku terlampau busuk jika harus mengumpat
Aku memilih bersemayang dalam dimensimu
Menikmati fatamorgana malam pengantinmu

Lihatlah diriku yang derana
Meski dendam membara dalam dada
Tetesan darah mengalirkan amarah
Kebencian memuncak dalam tapak langkah
Ku hanya mampu terdiam tanpa nada
Menyulam sisa kenangan dalam napas yang temaram

Kini tubuhku lunglai tak berdaya
Terbujur kaku dalam gubuk yang hampa
Tertatih dalam jebakan luka yang berdendang
Mengecap surga meski harus tercincang
Tanpa kata dan isyarat asa
Bungkam dalam rindu yang terlarang

Teras Mamuju, 30 November 2019

Sabtu, 29 Agustus 2020

Cinta Rindu dan Berahi


https://pixabay.com/id/photos/jantung-tali-tergantung-cinta-1450300/


Cinta tipu muslihat para pujangga
Bilapun indah, segelintir di awal senja
Keranjinan lenyap tertatih pun menyapa
Luka sukma binasalah elok rupa

Rindu palung asih penyayat hati
Mengerumus sanubari takat merintih
Karam batin di kala sepi
Tetak waktu meratap perih

Berahi penjara nan sayu
Raga terpasung bualan rayu
Lucut mawar sisalah malu
Cinta semu berujung pilu

Cinta rindu dan berahi
Rias hayat si buta hati
Gelegar nafsu nyala berisi
Telaga dosa kian menanti


Senin, 19 Agustus 2019

Munajat Yang Tersamar

Sumber Foto : Internet


Mungkin aku lelah bercengkrama dengan tuhan hingga ku memilih berbaring di atas tilam sabi.
Bertalu-talu kupinta doa dalam sepucut surat, tetapi ajur sebelum membelai multazam. 
Senandung keagungan yang kupanjatkan pun terburai dalam arak kidung ilahi.
Apalah daya, sang hamba tak mungkin menuntut Tuhan
Apalagi harus menyulih tinta emas dalam untai lauh mahfuz.
Yah, barangkali Dia hanya menganggapku meracau. 
Bilapun tidak, mungkin aku hanya sebatas noktah di mata-Nya. 
Hanya mampu bercericau dan tak tahu menabik. 

Mamuju, Minggu 18 Agustus 2019