Sumber Foto Internet |
Kekasihku . . .
Masihkah ku berhak memanggilmu sayang
Pantaskah lirih rindu kembali kulafalkan
Bersua menimang senja hingga terlelap
Seperti dulu . . .
Sebelum cucu Adam meminangmu
Menyimpulmu dalam rapalan kalimat syahadat
Aku tahu angan itu tak mungkin lagi terjadi
Tetapi batin ini tak mampu menerima kemustahilan itu
Kenyataan jika bunga yang tumbuh dalam dekapku
Harus mekar dan berlabuh di dermaga baru
Apakah engkau tahu
Takdirmu menghujam ribuan luka dalam sukmaku
Merenggut jiwa dari tubuh rentaku
Kau pasung petaka dalam benakku
Hingga jemari ini menolak garis takdirku sendiri
Tapi Kekasihku . . .
Meski kau lontarkan ratusan sajak penyesalan
Kau titip puluhan syair permaafan
Sakitku tak kunjung menua
Setelah kau tikam aku dengan satire permakluman
Bergagang dusta dalam warangka kepalsuan
Tapi kekasihku . . .
Hatiku terlalu larut memujamu
Kusemai luka itu di setiap nadiku
Kubasuh dalam telaga air mata
Lalu kutimang dalam buai sendandung para dewa
Hingga luka itu adalah aku
Lidahku terlalu kotor untuk menghujat
Hatiku terlampau busuk jika harus mengumpat
Aku memilih bersemayang dalam dimensimu
Menikmati fatamorgana malam pengantinmu
Lihatlah diriku yang derana
Meski dendam membara dalam dada
Tetesan darah mengalirkan amarah
Kebencian memuncak dalam tapak langkah
Ku hanya mampu terdiam tanpa nada
Menyulam sisa kenangan dalam napas yang temaram
Kini tubuhku lunglai tak berdaya
Terbujur kaku dalam gubuk yang hampa
Tertatih dalam jebakan luka yang berdendang
Mengecap surga meski harus tercincang
Tanpa kata dan isyarat asa
Bungkam dalam rindu yang terlarang
Teras Mamuju, 30 November 2019